Banyaknya kasus stunting yang menimpa anak di Indonesia menjadi masalah yang harus dihadapi dan diselesaikan. Pasalnya, tidak hanya berdampak pada anak yang menderita saja, tapi kasus ini juga dapat berdampak pada masa depan Indonesia. Anak yang menjadi masa depan bangsa Indonesia tentu harus dapat bersaing dengan negara lain dan menghadapi tantangan yang semakin beragam di masa depan. Namun, hal ini dapat terkendala apabila banyak anak Indonesia yang menderita stunting. Dilansir dari detik.com, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyebutkan angka stunting di Indonesia berdasarkan hasil survey mencapai 24,4% dari total 23 juta anak yang berarti setidaknya ada 6,1 juta anak penderita stunting. Walaupun mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, angka ini masih berada di atas standar yang ditetapkan oleh WHO yaitu 20%.
Penyebab stunting
Stuntingsendiri merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi yang ditandai dengan kondisi tinggi badan di bawah standar yang telah ditetapkan oleh WHO (Kusumawati, Rahardjo, Sari, 2015). Stunting tidak hanya disebabkan oleh kekurangan gizi semata. Terdapat faktor lain yang menyebabkan seorang anak menderita stunting seperti kurangnya pengetahuan orang tua dalam pemenuhan gizi anak, terbatasnya layanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan, serta kurangnya akses ke makanan bergizi, air bersih, dan sanitasi (Saputri dan Tumangger, 2019). Selain itu, kondisi ibu sebelum dan selama proses kehamilan juga menjadi faktor yang dapat membuat seorang anak menderita stunting. Dengan demikian, penting bagi orang tua untuk mengetahui kebutuhan apa saja yang harus dilakukan dan dihindari selama masa kehamilan. Tidak hanya itu, faktor ekonomi juga merupakan penyebab utama stunting mendera anak karena berkaitan erat dengan pemenuhan gizi anak.
Pencegahan stunting
Stuntingtentu saja harus dicegah karena memiliki dampak yang buruk bagi anak. Berdasarkan Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia (dalam Saputri dan Tumangger, 2019), anak yang menderita stunting dapat mengalami perkembangan kognitif, motorik, dan verbal yang terganggu. Apabila tidak diatasi, hal ini dapat berakibat ke postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya), meningkatnya resiko obesitas dan penyakit lainnya, menurunnya kesehatan reproduksi, kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah, dan tidak bisa bekerja dengan optimal.
Di Indonesia sendiri, program untuk mencegah terjadinya stunting sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah. Misalnya saja memberi makanan tambahan pada ibu hamil, mendorong Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan pemberian ASI eksklusif, serta menyediakan vitamin dan imunisasi untuk mencegah penyakit yang termasuk dalam intervensi gizi spesifik. Sedangkan intervensi gizi sensitif dilakukan dengan menyediakan akses air bersih, layanan KB, jaminan kesehatan nasional, jaminan persalinan universal, memberikan pendidikan terkait dengan pengasuhan pada orang tua, pendidikan gizi untuk masyarakat, kesehatan seksual dan reproduksi pada remaja, menyediakan bantuan sosial, dan meningkatkan ketahanan pangan dan gizi (Saputri dan Tumangger, 2019).
Namun, tentu saja terdapat kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan intervensi stunting tersebut. Program pencegahan dan pemanfaatan sumber daya yang belum efektif, kurang efektifnya penyelenggaran kegiatan intervensi stunting, serta SDM pemerintah yang kurang kreatif dalam membuat program intervensi stunting. Apalagi, di lapangan masih banyak masyarakat dan tenaga kesehatan yang belum begitu paham mengenai stunting sehingga stunting hanya dianggap sebagai faktor keturunan saja dan tidak melakukan apapun sebagai tindakan pencegahan (Saputri dan Tumangger, 2019). Karena itu, penting bagi masyarakat untuk mengenali lagi tentang apa itu stunting dan bagaimana mengatasinya agar anak dapat hidup dengan aman dan nyaman.
Nabila Aurelia Putri Hermawanto
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
Artikel sudah dipublikasikan di Buletin PKPPA Universitas PGRI Semarang Terbitan April 2022.
Sumber :
Kusumawati, E., Rahardjo, S., & Sari, H. P. (2015). Model pengendalian faktor risiko stunting pada anak bawah tiga tahun. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 9(3), 249-256.
Saputri, R. A., & Tumangger, J. (2019). Hulu-hilir penanggulangan stunting di Indonesia. Journal of Political Issues, 1(1), 1-9.